Thursday, February 22, 2007

Di Batas Angan-angan

Luar biasa, manusia itu akan terus bertanya sampai di batas angan-angan. Akan terus bertanya, dan terus bertanya sampai di satu titik pertanyaan membuat manusia tergelincir di batas pertanyaan : Siapa Yang Menciptakan Tuhan?. Filsafat dimulai dari bertanya, mulai dari pertanyaan sederhana sampai pertanyaan yang rumit atau mengarah ke wilayah-wilayah yang “tak terjangkau akal”, namun akal selalu berusaha mengelaborasinya, mencari jawaban-jawabannya. Setiap jawaban melahirkan lagi lebih banyak pertanyaan. Oleh karena itu, mencermati pertanyaan terkadang menjadi lebih penting dari mencermati jawaban. Setiap jawaban menimbulkan lagi lebih banyak pertanyaan sampai di suatu titik, bukan lagi pertanyaan apa hakikat kehidupan, hakikat keberadaan, hakikat mengapa aku ada?, mengapa aku diciptakan?. Pertanyaan yang karena memikirkan terus menerus sehingga yang diciptakan akan bertanya : Siapakah Engkau yang menciptakan aku dan bertanya mengapa Engkau ada?. Di ujung perbatasan, karena pilihan pertanyaan adalah angan-angan tanpa batas, kemudian bertanya kembali : Siapakah yang menciptakan Engkau?. Yang mendekati pertanyaan ini adalah pertanyaan paling populer dalam “arogansi sok filsafat”. Tuhan Maha Kuasa, Apakah Tuhan dapat menciptakan batu seberat-beratnya sehingga Tuhan sendiri tidak mampu mengangkatnya? Pertanyaan yang persis seperti olah manajemen dengan 2 peraturan 1). Boss tidak pernah salah 2) Jika Boss melakukan kesalahan, maka lihat peraturan pertama. Jadi logika binernya 1 dan 0 saling menelisiki, saling diadukan yang tentu saja bisa logis secara akal, tapi tidak logis secara matematis. (Ini nggak usah terusin dibahas, karena sudah pasti debat kusir.)

Dan manusia berputar-putar di wilayah ini. Karena itu, menjadi penting untuk orang beriman untuk menetapkan batas-batas pertanyaan. Bukan pada batas-batas jawaban. Boleh jadi kita sedang berada pada posisi : Mengapa berfilsafat?, tapi boleh jadi pula kita sedang mengelola angan-angan tanpa batas.

Ilmu pengetahuan memprediksi bahwa alam semesta memiliki usia dan akan berakhir. Akhir dari alam semesta dikenali dalam wawasan agama sebagai hari kehancuran (saqar) dan dilanjutkan dengan hari kebangkitan (kiamat). Di situ, kita tidak bertanya lagi dan tidak ada pertanyaan apapun lagi kecuali menunggu ketika Allah langsung berperan aktif dan nyata pada setiap produk penciptaanNya. Kalau kita meyakini sebagian yang lain di awal, mengapa meragukan di sebagian akhir yang lain?. Boleh jadi, di sini posisi orang beriman bertanya, sambil tetap mendapatkan hidayahNya untuk mengerti sampai batas mana pertanyaan harus berhenti.

Wednesday, October 11, 2006

Terorisme dan Ajaran Agama Islam

Eh... ada yang menunjukkan surat a, b, c ke saya atau bilang bahwa Islam mengajarkan terorisme atau apapun yang berbunyi kekerasan.
Kalau saja satu kelas, misalnya muridnya ada 50 orang. Lalu 2 orang siswa membuat kekacauan, atau hanya 2 orang bertindak ekstrim. Pertanyaannya: Apakah ke 2 orang itu ekstrim akibat pengajarannya atau emang dia itu ekstrim dari sononya. Kelas atau apapun juga hanya sarananya. Sama juga kalau ada 50 orang belajar matematika, lalu 2 orang yang tidak mengerti matematika. Apakah ke dua orang itu tidak mengerti karena kesalahan gurunya atau karena orang itu yang tidak bisa menyerap pengajaran.
Oh ya, 2 orang dari 50 orang itu berarti 4%, maka jika penduduk Indonesia yang 180 juta beragama Islam, 4%nya teroris maka ada sedikitnya 5,6 juta orang yang siap menjadi pembunuh dan melakukan tindakan teroris. Walah... sungguh seram. Jangankan jutaan orang, ada 5000 orang teroris saja di negeri ini, maka gegernya sudah bukan kepalang. Bayangkan kalau ada 10 grup pembom di Indonesia. Baru satu saja yang diburu, sudah bikin puyeng. Rasanya, secara statistik kita tidak akan dapatkan pendekatan bahwa Islam menjadikan ummatnya menjadi teroris. Sebab kalau Ya, geger Indonesia ini akan benar-benar jadi ladang pembantaian. Begitu juga agama lainnya, apapun yang disembahnya. Namun, benturan peradaban tampaknya masih akan berlangsung antara materialisme dan kearifan agama.....

Sunday, October 08, 2006

Sepasang Sendal Yang Ketiga

Ini sekitar hari ke empat belas tarawih. Ini juga adalah hari ketiga sendalku dipakai orang lain. Banyak tentu sebabnya, mengapa sendalku di bawa jamaah mesjid yang lain. Pada hari ke sekian, isteriku bilang aku juga membawa pasangan sendal yang lain. So, it means, aku juga lalai memperhatikan warna dan bentuk atau tanda-tanda khusus dari sendal itu. Sendal pertama yang dipakai, sendal yang cukup bagus, biarpun tidak mahal. Sendal ke dua adalah sendal biasa saja, sendal jepit biasa. Sendal ketiga, juga sendal jepit biasa saja, tapi agar tak tertukar atau diminati orang lain, maka aku tandai di muka sandalnya dengan bentuk segitiga. Agak malu juga, ketika isteriku bertanya :"sendalnya ilang lagi?". Aku tersenyum saja, jamaah yang lain bilang pakai saja sandal yang ada. "Ah nggak", Sahutku. Aku lebih suka pulang tanpa sandal dari pada membawa sandal bukan yang dimiliki. Memang di desa-desa tertentu, ada kebiasaan jemaah pulang dari mesjid memakai sandal siapa saja. Toh nantinya juga akan kembali lagi ke mesjid. Jadi, yang tidak terbiasa dengan tradisi ini, apalagi di kota besar seperti Jakarta, mungkin tradisi itu memang tak pernah ada. Kadang, ada heranku. Jika yang memakai itu sadar, mengapa dia harus menjual pahala yang akan didapatkan oleh ibadahnya dengan sebuah sendal. Subuh berikutnya, ketika kuperhatikan, ada lebih dari 10 buah sendal baik yang bagus maupun yang tidak, yang tertinggal di anak tangga mesjid. Mungkin sisa jamaah yang sendalnya saling tertukar, mungkin sebagian sudah sadar tertukar atau sudah merasa enak dengan tukarannya. Dan yang tersisa itu, tentulah pemilik lamanya sudah pakai sendal yang lain. Kalau khilaf karena lupa, kan nggak dosa ya....

Thursday, October 05, 2006

Hukuman Mati Amrozi dan Tibo

Keduanya dinyatakan bersalah. Tibo sudah menjalani hukumannya. Kontroversial, karena ada sekelompok "pendukung"nya yang meyakini Tibo Cs tidak bersalah. Begitu juga Amrozi, atau yang dituntut hukuman mati karena mengedarkan dan menjual Narkoba. Tentu dengan alasan berbeda dan semuanya memiliki alasan. Catatan ini tidak mempermasalahkan bukti pengadilan, kebenaran atau rekayasa pengadilan. Hanya menjawab hati, apakah manusia layak membunuh manusia lainnya karena terhukum/terdakwa terbukti oleh pengadilan manusia melakukan kesalahan?. Ada yang tidak setuju, melanggar hak asasi manusia. Manusia tidak layak untuk menjadi penjagal bagi manusia lainnya, sebesar apapun kesalahan yang diperbuat oleh manusia itu?.
Ketika hati menanyakan hal ini, saya jadi bertanya. Seandainya orang-orang terdekat saya diperkosa, dibunuh, disayat-sayat, kemudian harta bendanya dirampas. Lalu terdakwa dihukum (atau karena keberhasilan dan sukses pembela dan buannyakk uang) maka terdakwa terbukti di mata hukum tidak bersalah. Saya bertanya dalam hati, apakah saya bisa menerima (pernyataan menerima adalah soal perasaan), terdakwa ternyata hanya dihukum bebas atau penjara 2 tahun, 10 tahun, atau seumur hidup?, apakah saya merasa "terbalaskan" jika terdakwa dihukum mati. Apakah hukuman mati itu layak. Bagaimana jika pelaku itu justru saudara kita sendiri atau orang yang juga kita sayangi???.
Saya hanya merasa, tidak mudah menjawab bahwa hukuman mati layak dihapuskan. Karena selama ini, kita lebih suka mengamati dari sudut pandang pelaku kejahatan dibanding mepertimbangkan korban atau lingkaran dari korban. Saya punya saudara yang ketika masa pelajar dulu disuntik oleh tetangganya dengan narkoba sehingga syarafnya melemah namun kemudian masih bertahan hidup (tentu dengan segala keterbatasannya). Namun, kalau ada penjahat narkoba apalagi bandar narkoba yang dihukum sangat ringan apalagi bebas, saya merasa ikut teraniaya. Saya merasa, semua penjahat narkoba itu layak dihukum penjara 3000 tahun dan dihukum mati. Setelah ditembak mati lalu dikuburkan juga dipenjara sampai masa melinium abad ke 3000 tiba.
Namun, jika sanggup memaafkan, menerima takdir dan pelakunya kemudian bertobat. Pengadilan membebaskanpun, karenaNya, orang bisa menjadi ikhlas tapi bisa juga tidak. Allah mahapengampun, tapi manusia tidak. Ribut hukuman mati dihapuskan lebih banyak di lihat dari sudut pandang pelaku dan tidak memperhatikan dengan korban yang langsung maupun tidak langsung menjadi korban.

Monday, October 02, 2006

The Accidental Leader

Meskipun ada dalam lintasan pikiran, tapi ketika Bossku memanggil untuk membahas kelanjutan dari rencana penerapan sistem dan prosedur baru perusahaan dan memberikan laporan perkembangan terakhir dari rencana implementasi yang sudah bertahun-tahun dibahas ini aku sedikit terperangah. Siapa yang menjadi Project Officernya?. Terus terang, saat itu aku lebih siap menerima pertanyaan teknis tapi bukan pertanyaan mengenai hal-hal yang menyangkut sumber daya manusia. Namun, lintasan pikiran adalah juga peluang. Tidak ada artinya mempersiapkan sesuatu sebaik apapun sistemnya, tapi tidak menyediakan orangnya. Intuisi pilihan terkadang sangat singkat, jadi aku tunjuklah seseorang. Sebuah pilihan sangat subjektif dan tanpa analisis mendalam.
Itulah bagian dari sisi pilihan.
Keputusan memang bukan berada pada rasionalitas, tapi pada kesempatan, kesingkatan dan lintasan pikiran. Pertanyaan seperti : Apakah Soekarno menjadi pemimpin bersejarah ataukah sejarah yang melahirkan pemimpin bernama Soekarno?. Pemimpin atau keputusan selalu dilakukan dengan penuh subjektivitas. Dalam pomeo SDM sering dijelaskan. Seluruh alasan dalam pengambilan keputusan atas sumber daya manusia adalah entiti rasional, yang tidak rasional hanya satu : keputusan itu sendiri. Dan, tampaknya dunia hidup bukan atas alasan rasional, tapi ada untuk memahami ketidakrasionalan dalam dimensi-dimensi hakikinya.

Buat sebagian orang, accidental leader adalah ketertiba-tibaan, sebuah sentakan bagi kehidupan. Dalam hati, aku sering bertanya, ketika melihat sikap dan sebuah perilaku dari sejumlah rekan di sekitar. Kita sebenarnya tidak pernah tahu, apa yang sedang dipersiapkan oleh Allah terhadap hambaNya. Boleh jadi sebenarnya, accidental leader tidak lebih dan tidak kurang, kehadiran seseorang menjadi pemimpin yang hadir dari satu letupan peristiwa dalam satu rencana besarNya. Ini terjadi baik dalam lingkup terkecil dari satu lingkungan sampai pada ukuran-ukuran pemimpin dunia.

Orang Yang Kalah - Pak Ogah

Ada sejumlah "hama" peradaban, yaitu mereka yang tersingkir, terlupakan, jadi beban masyarakat dan sekaligus juga jadi sarana aktualisasi diri para dermawan atau yang sok menjadi dermawan. Kalah dalam percaturan kehidupan dan memilih mengais-ngais rejeki dari pilihan-pilihan kegagalan yang ada di lingkungannya. Dia bisa pengemis yang mengeksploitasi rasa kasih sayang dan semangat beribadah, bisa jadi pemulung yang mengais-ngais rejeki dari sisa pembuangan, atau jabatan apa saja yang memungkinkan dapat mengisi perutnya. Salah satu pilihan diperkotaan bagi orang-orang yang kalah adalah menjadi Pak Ogah. "Membantu" polisi melancarkan arus lalu lintas yang kerap macet untuk mengais seratus-dua ratus sampai beberapa ribu rupiah. Pilihan serba permisif dari hasil sangat mungkin terjadi, mungkin untuk makan, mungkin sekedar untuk rokok, atau akhirnya sekedar minum minum saja. Keramaian jalan-jalan itu telah memberikan manfaat bagi pencari penghasilan cara praktis. Bukan hanya keramaian jalan, tetapi juga jalan rusak, sumbangan masjid, jalan curam, jembatan rusak, bisa menjadi sarana baru untuk mencari penghasilan pintas yang sesungguhnya menyesakkan dada dari sudut kebutuhan dan pemenuhan kualitas SDM yang handal. Mereka sebenarnya orang-orang yang kalah, yang tak mampu memberdayakan dirinya dan diberdayakan oleh negara melalui berbagai program pendidikan dan penyediaan fasilitas. Mereka adalah serpihan dari pertumbuhan ekonomi yang dicita-citakan bangsa. Mereka kalah dalam persaingan untuk mendapatkan jatah layak hidup. Mereka miskin, bukan hanya materi, tapi juga jiwa. Lalu, kita yang sedang bermobil, apalagi jika mobilnya cukup bagus, dan membuka kaca mobil sedikit lalu melemparkan atau dengan jepitan ujung jarinya sedang memberdayakan dengan uang 100 atau 200 rupiah. Apakah begitu tindakan para pemenang itu dan hanya begitu?

Monday, September 18, 2006

Economic Hit Man

Ini adalah kutipan tulisan Mr. Kwik Kian Gie, dari buku Pengakuan seorang Economic Hitman....
Di halaman 14 Perkins menceriterakan bahwa dia dipersiapkan oleh Claudine Martin untuk menjadi EHM. Claudine antara lain mengatakan: "Engkau tidak sendirian, kita adalah sekelompok kecil manusia dalam bisnis yang kotor (a rare breed in a dirty business."
Di halaman 13: "Claudine mengatakan bahwa saya mempunyai dua tujuan penting. Pertama, saya harus membenarkan (justify) kredit dari dunia internasional yang sangat besar jumlahnya, yang akan disalurkan melalui MAIN dan perusahaan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster) melalui proyek-proyek enjenering dan konstruksi raksasa. Kedua, saya harus bekerja untuk membangkrutkan negara-negara yang menerima pinjaman raksasa tersebut (tentunya setelah mereka membayar MAIN dan kontraktor Amerika lainnya), sehingga mereka untuk selamanya akan dicengkeram (beholden) oleh para kreditornya, dan dengan demikian negara-negara penerima utang itu akan menjadi target yang mudah ketika kita memerlukan yang kita kehendaki (favors) seperti pangakalan-pangkalan militer, suaranya di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya)."
"Faktor yang kritis dalam semua kasus adalah Produk Domestik Bruto. Proyek-poyek yang berdampak pada PDB yang tertinggi harus dimenangkan. Kalaupun hanya satu proyek yang menjadi pertimbangan, saya harus mampu menunjukkan (demonstrate) bahwa pembangunannya akan menghasilkan GNP yang superior."
Halaman 15 akhir dilanjutkan dihalaman 16 :
"...tujuan membangun proyek-proyek tersebut yalah menciptakan laba sangat besar untuk para kontraktornya, dan membuat bahagia sekelompok kecil elit dari bangsa penerima utang luar negeri, sambil memastikan ketergantungan keuangan yang langgeng (long term), dan karena itu menciptakan kesetiaan politik dari negara-negara target di dunia."
"Semakin besar jumlah utang luar negerinya semakin baik. Kenyataan bahwa beban utang yang akan dikenakan pada negara-negara penerima utang akan menyengsarakan (deprive) rakyatnya yang termiskin dalam bidang kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial lainnya untuk berpuluh-pulih tahun lamanya tidak perlu menjadi pertimbangan."
"Claudine dan saya mendiskusikan secara terbuka karakteristik dari GNP. GNP akan meningkat walaupun hanya membuat kaya satu orang saja, misalnya satu orang yang memenangkan pembangunan perusahaan uitility, walaupun mayoritas dari rakyatnya
disengsarakan oleh utang pemerintahnya. Dari segi statistik, ini akan tercatat sebagai kemajuan ekonomi."
"Engkau harus menghasilkan prakiraan yang optimistis tentang ekonominya, bagaimana akan berkembang seperti jamur setelah selesainya pembangunan pembangkit-pembangkit listrik beserta jaringan-jaringan transmisinya."
Di halaman 17: "Saya mengingatkan Claudine bahwa Tim MAIN yang akan dikirimkan ke Jawa termasuk sepuluh orang lainnya. Saya menanyakan apakah mereka menerima
training yang sama seperti yang saya peroleh darinya. Claudine meyakinkan saya mereka tidak tahu apa-apa, sambil mengatakan "mereka adalah para insinyur yang membuat design pembangkit listrik, transmisi dan jaringan distribusinya beserta pelabuhan laut dan
jalan-jalan raya yang memawa bahan bakar minyaknya.
Prakiraanmu yang menentukan besarnya (magnitude) dari sistem yang mereka rancang - dan besarnya utang. Jadiengkau adalah kuncinya."
Claudine mengatakan kepada saya: "Kami kelompok sangat kecil yang dibayar sangat mahal untuk menipu (cheat) negara-negara di seluruh dunia dengan jumlah uang milyardan dollar."
Di halaman 18: "Claudine menceriterakan bahwa sepanjang sejarah, empires dibangun atas kekuatan militer atau ancaman oleh kekuatan militer. Tetapi pada akhir perang dunia kedua, dengan bangkitnya Uni Sovyet, dan dengan ancaman kehancuran oleh nuklir(nuclear holocaust), pendekatan militer terlampau beresiko."
Di halaman 18 juga ditulis bahwa ketika Inggris minta bantuan Amerika Serikat untuk menjatuhkan Mossadegh karena dia berani melawan BP (British Petroleum), AS memutuskan mengirimkan cucunya Presiden Theodore Roosevelt yang bernama Kermit Roosevelt untuk menjatuhkan Mossadegh tanpa pertumpahan darah dan tanpa senjata. Dia melakukannya dengan biaya beberapa juta dollar yang dipakainya untuk membiayai keonaran dan demonstrasi besar-besaran oleh rakyat Iran melawan Mossadegh.
Sebelumnya Mossadegh dipuja-puji sebagai pembawa demokrasi untuk negaranya, dan majalah Time menobatkannya sebagai man of the year.
Semakin lama semakin seru, terutama kedatangan John Perkins di Indonesia yang berkantor di kantor PLN Bandung dan seterusnya.

Jelas, EHM hanya layak dijalankan dengan sempurna di negeri dimana korupsi dipuja bagai mahkota dewa, dan kerja keras dilecehkan ke serendah-rendahnya tempat....

Bacalah sendiri bukunya.

Bis Ibukota P-6

Jam menunjukkan 06.15 pagi ketika kami melaju di jalan tol dalam kota arah Tanjung Priok. Bis kota P16 melaju di sebelah kanan dengan pintu terbuka bagian kiri depan dan belakang. Sejumlah remaja berseragam putih abu-abu nyaris bergelantungan di pintu bis yang terbuka. Jelas penumpang di dalam begitu sesaknya sehingga para pelajar itu memaksakan diri untuk menuju sekolah dengan meresikokan nyawanya pada bis kota dengan kecepatan sekitar 70-80 km per jam. Pagi itu memang ramai lancar, tapi kendaraan masih bisa memacu pada kecepatan ini. Ada mobil polisi patroli yang kami susul.
Tentu, saya tak bisa melihat siapa pelajar yang bergelantungan itu. Apakah di situ ada anak Pak Sutiyoso yang gubernur itu, anak Kapolda atau DLLAJR Jakarta, atau anak jendral, atau anak pemulung, atau anak siapapun juga. Mudah-mudahan bukan anakku dan dengan kondisi seperti ini. Namun, sesungguhnya, siapakah yang harus digugat atas resiko yang setiap hari kita lihat. Haruskah ada anak yang tergilas bis atau kendaraan berat di jalan tol hanya karena aturan ditegakkan hanya sebagai permainan belaka. Haruskah ada kematian yang diberitakan dengan cara ini?. Atau memang karaketer bangsa ini memang sejak dari dulu-dulu begitu, begitu bebal dan tidak perduli....

Thursday, September 14, 2006

Tuhan, rumahMu Terpinggirkan

Senang juga, tempat sholat di Mal Cijantung ada di lantai atas dari beberapa tingkat bangunan mall. Tidak kalah dengan tempat sholat yang ada langsung di permukaan tanah. Tidak terlalu besar memang, tapi jelas mendapatkan tempat juga. Berbeda
dengan di banyak tempat, Mall di banyak kemewahan dunia. Mencari tempat sholat harus ke luar ke tempat parkir, dipojokkan, kurang terurus dan mengesankan terpinggirkan. Itulah rumah Tuhanku, tempat sejumput manusia masih merasa bersyukur atas rahmatNya. Kemarin, untuk kedua kali saya mendapatkan kesempatan untuk mengikuti seminar di Hotel "Mulia". Semulia namanya, tempat yang indah, marmer yang mengkilat, karpet mahal yang indah, makanan yang super lezat. Yah, menyajikan keindahan dunia. Seperti banyak tempat lain di kemewahan dunia. Untuk tempat sholat, ada di P7 keluar dari lobby arah parkir, ada sekotak tempat dengan tempat wudlu. Begitu juga di kemewahan Mal di Kelapa Gading, dan banyak tempat yang sering kami sekeluarga kunjungi, rumahMu terpinggirkan ketika hiasan dunia dan bermegah-megahan menjadi pilihan manusia.

Kematian dan Gunung Sampah

Malaikat merenungkan catatan yang dibuatnya : Warga Indonesia dicabut nyawanya dengan alasan rasional karena tertimbun longsoran sampah sekian puluh orang di Bandung Tahun 2005, dan tahun ini, bulan September 3 orang juga karena longsoran sampah yang menggunung melebihi batas toleransi yang ditentukan. Kematian adalah rencanaNya, tidak dimundurkan juga tidak dimajukan. Sebab kematian tidak lebih dan tidak kurang adalah alasan rasional untuk menjelaskan ketika "tidur panjang" dimulai sebelum hari dibangkitkan.
Ketika teve menayangkan pencarian korban dengan menggunakan alat berat untuk mengais gunungan sampah, maka pemirsa ditunjukkan pada perilaku kehidupan dan kemiskinan. Calon-calon korban berikutnya dari gunungan sampah yang dikais-kais alat berat itu untuk mencari korban longsoran, justru dimanfaatkan dengan baik oleh boleh jadi puluhan pemulung untuk meningkatkan daya saingnya mencari serpihan plastik dan apa saja yang bisa dijual. Traktor pencari korban itu mempermudah para pemulung mencari barang sisa yang masih bisa dijual. Seperti simbiose mutualistis dalam konteks dan tujuan yang berbeda. Bau sampah seperti menerpa TV dan mengisi ruangan keluarga di rumah, kemiskinan itu bukan karena korban longsor sampah, tetapi juga kemiskinan jiwa karena tak memiliki cukup empati untuk mengerti dan merasakan apa itu kemiskinan. Relatif maupun Absolut.
Ah... aku terhenyak sendiri, aku tak melihat di antara pemulung itu adalah anggota DPRD atau DPR. Para pemulung itu tentu tak punya wakil atau menjadi wakil rakyat. Memberantas kemiskinan memang tak mudah. Pemerintah dan juga kaum kita, lebih melihat kemiskinan sebagai produk kemalasan dan kebodohan, bukan sebagai produk dari kebijakan mereka sendiri...