Monday, July 31, 2006

Ketika Hati Tak Ikhlas

Di balik kaca mobil,di sebuah perempatan, aku perhatikan wanita setengah tua dan anak dalam gendongan itu. Tanganku kukibaskan, tanda bahwa aku menolak memberikan apapun untuknya. Begitu juga pengemis yang berikutnya, melewati kaca kanan mobil yang kupakai. Aku tak ikhlas memberikan sekedar sedekah yang hanya seratus atau lima ratus rupiah. Aku sedang kesal pada negeri ini. Tebaran pengemis itu rasanya begitu menggemaskan ketika pada saat yang sama, anggota DPR yang terhormat (????) mendapatkan upah masa reses untuk turun ke lapangan yang jumlahnya mencapai puluhan juta per satuan orangnya. Memang di negeri maju sendiri, orang miskin tetap ada dan juga tetap miskin. Pembuatan proyek-proyek untuk orang miskin, sepertinya lebih memperkaya kelompok pengelola dari pada mengentaskan kemiskinan itu sendiri. Hari itu, aku gagal berinvestasi karena amal tak mau mendekatiku. Aku sedih pada hari ini, sedekah tak mau berjumpa denganku. Ah, rasanya ada yang salah dari cara berpikirku. Kemarin dulu, aku juga kesal, karena sekolah tempat anakku belajar, kepala sekolahnya dengan bangga menyampaikan bahwa sekolahnya mendapatkan bantuan dari Pemerintah untuk sekolah tak mampu. Anakku mendapatkan pengurangan SPP dan buku. Aku tidak mengerti, Pemerintah Indonesia, di bawah yang terhormat Presiden RI ke sekian dan menterinya Bambang Sudibyo (2006) ini benar-benar tidak mengerti aspirasi dan jahat sekali. Masa, keluarga mampu mendapatkan bantuan seperti orang miskin. Aku masih, dan alhamdulillah, masih bisa membiayai sekolah anakku, makan di restoran dan setidaknya setiap liburan sekolah semesteran masih bisa berlibur, meski hanya ke tempat wisata terdekat. Lalu, mengapa Pemerintah tidak bisa membedakan siapa yang harus dibantu. Pemerintah sekarang benar-benar gila, benar-benar kurang ajar, benar-benar jahat. Menyerahkan bantuan kepada yang mampu adalah kejahatan besar. Saya membayar pajak dalam jumlah lebih dari UMR, saya merasa negeri ini dipimpin oleh manusia tanpa hati nurani. Hari ini aku benar-benar tidak ikhlas. Aku marah kepada negeri ini, yang membuat aku memakan harta yang bukan hakku.
Aku tahu, masih ada jutaan anak bangsa yang terpuruk karena berbagai kenaikan harga dan bencana. Mobil, kemudian melaju kembali di perempatan. Pengemis itu tak tampak lagi. Hari itu aku tak ikhlas, dan sedekah sebagai investasi juga menolak kehadiranku. Ada rasa sesal dan marah di hati. Oh negeri Tuhanku, kapan kami punya pemimpin yang bisa mendengar suara hati nurani......