Thursday, September 14, 2006

Kematian dan Gunung Sampah

Malaikat merenungkan catatan yang dibuatnya : Warga Indonesia dicabut nyawanya dengan alasan rasional karena tertimbun longsoran sampah sekian puluh orang di Bandung Tahun 2005, dan tahun ini, bulan September 3 orang juga karena longsoran sampah yang menggunung melebihi batas toleransi yang ditentukan. Kematian adalah rencanaNya, tidak dimundurkan juga tidak dimajukan. Sebab kematian tidak lebih dan tidak kurang adalah alasan rasional untuk menjelaskan ketika "tidur panjang" dimulai sebelum hari dibangkitkan.
Ketika teve menayangkan pencarian korban dengan menggunakan alat berat untuk mengais gunungan sampah, maka pemirsa ditunjukkan pada perilaku kehidupan dan kemiskinan. Calon-calon korban berikutnya dari gunungan sampah yang dikais-kais alat berat itu untuk mencari korban longsoran, justru dimanfaatkan dengan baik oleh boleh jadi puluhan pemulung untuk meningkatkan daya saingnya mencari serpihan plastik dan apa saja yang bisa dijual. Traktor pencari korban itu mempermudah para pemulung mencari barang sisa yang masih bisa dijual. Seperti simbiose mutualistis dalam konteks dan tujuan yang berbeda. Bau sampah seperti menerpa TV dan mengisi ruangan keluarga di rumah, kemiskinan itu bukan karena korban longsor sampah, tetapi juga kemiskinan jiwa karena tak memiliki cukup empati untuk mengerti dan merasakan apa itu kemiskinan. Relatif maupun Absolut.
Ah... aku terhenyak sendiri, aku tak melihat di antara pemulung itu adalah anggota DPRD atau DPR. Para pemulung itu tentu tak punya wakil atau menjadi wakil rakyat. Memberantas kemiskinan memang tak mudah. Pemerintah dan juga kaum kita, lebih melihat kemiskinan sebagai produk kemalasan dan kebodohan, bukan sebagai produk dari kebijakan mereka sendiri...

No comments: