Thursday, October 05, 2006

Hukuman Mati Amrozi dan Tibo

Keduanya dinyatakan bersalah. Tibo sudah menjalani hukumannya. Kontroversial, karena ada sekelompok "pendukung"nya yang meyakini Tibo Cs tidak bersalah. Begitu juga Amrozi, atau yang dituntut hukuman mati karena mengedarkan dan menjual Narkoba. Tentu dengan alasan berbeda dan semuanya memiliki alasan. Catatan ini tidak mempermasalahkan bukti pengadilan, kebenaran atau rekayasa pengadilan. Hanya menjawab hati, apakah manusia layak membunuh manusia lainnya karena terhukum/terdakwa terbukti oleh pengadilan manusia melakukan kesalahan?. Ada yang tidak setuju, melanggar hak asasi manusia. Manusia tidak layak untuk menjadi penjagal bagi manusia lainnya, sebesar apapun kesalahan yang diperbuat oleh manusia itu?.
Ketika hati menanyakan hal ini, saya jadi bertanya. Seandainya orang-orang terdekat saya diperkosa, dibunuh, disayat-sayat, kemudian harta bendanya dirampas. Lalu terdakwa dihukum (atau karena keberhasilan dan sukses pembela dan buannyakk uang) maka terdakwa terbukti di mata hukum tidak bersalah. Saya bertanya dalam hati, apakah saya bisa menerima (pernyataan menerima adalah soal perasaan), terdakwa ternyata hanya dihukum bebas atau penjara 2 tahun, 10 tahun, atau seumur hidup?, apakah saya merasa "terbalaskan" jika terdakwa dihukum mati. Apakah hukuman mati itu layak. Bagaimana jika pelaku itu justru saudara kita sendiri atau orang yang juga kita sayangi???.
Saya hanya merasa, tidak mudah menjawab bahwa hukuman mati layak dihapuskan. Karena selama ini, kita lebih suka mengamati dari sudut pandang pelaku kejahatan dibanding mepertimbangkan korban atau lingkaran dari korban. Saya punya saudara yang ketika masa pelajar dulu disuntik oleh tetangganya dengan narkoba sehingga syarafnya melemah namun kemudian masih bertahan hidup (tentu dengan segala keterbatasannya). Namun, kalau ada penjahat narkoba apalagi bandar narkoba yang dihukum sangat ringan apalagi bebas, saya merasa ikut teraniaya. Saya merasa, semua penjahat narkoba itu layak dihukum penjara 3000 tahun dan dihukum mati. Setelah ditembak mati lalu dikuburkan juga dipenjara sampai masa melinium abad ke 3000 tiba.
Namun, jika sanggup memaafkan, menerima takdir dan pelakunya kemudian bertobat. Pengadilan membebaskanpun, karenaNya, orang bisa menjadi ikhlas tapi bisa juga tidak. Allah mahapengampun, tapi manusia tidak. Ribut hukuman mati dihapuskan lebih banyak di lihat dari sudut pandang pelaku dan tidak memperhatikan dengan korban yang langsung maupun tidak langsung menjadi korban.

No comments: