Friday, August 11, 2006

Kehidupan dalam Ruang

Jalan Cihampelas Bandung berada pada sisi atau lereng yang di sebelahnya ada sungai Cikapundung. Ada perkampungan sangat padat penduduk, kalau tak salah kelurahan Cimaung. Di Cicadas juga ada perkampungan padat juga. Saking padatnya, maka jika tinggal situ, di antara sela-sela gang sempit yang berkelok-kelok seperti sarang semut dalam tanah, lalu kita membuka jendela, maka jendela itu tidak boleh dibuka penuh!. Mengapa?, karena akan beradu dengan jendela rumah tetangga. Begitu juga, bau masakan akan berperang di antara gang-gang sempit itu. Goreng tempe akan bertempur dengan harumnya ikan asin dan menyengatnya rujak asinan.... Begitulah. Di situ, penduduk yang lebih tepat disebut sebagai kaum urban ini hidup nyaris dalam ruang-ruang rumah yang "mengharamkan" ruang terbuka. Kehidupan yang disukainya adalah kehidupan dengan meminimumkan spasi.
Kondisi perkampungan yang cenderung kumuh ini sangat terasa dan nyaris hampir di seluruh wilayah Tatar Pasundan. Perkampungan cenderung tidak teratur, arah hadap rumah dan jalan nyaris seperti benang kusut. Bagi yang terbiasa dan suka dengan kehidupan lebih nyaman, jalan dan taman atau gang yang tertib (di Jawa Tengah, kearifan perkampungan sangat tampak) maka kehidupan di perkampungan di Jawa Barat lebih cocok disebut sebagai : RIBET.
Mengapa?. Saya sendiri tak dapat menjelaskan, namun tahun aku kenali keribetan ini. Kalau berjalan di kampung-kampung kota itu, kata "punten..., punten..." kerap harus sering diucapkan, karena mereka itu juga mudah tersinggung. Punten artinya "maaf, mau numpang lewat". Hidup di lingkungan yang padat, tidak teratur dan sedikit ruang untuk berinteraksi dalam lingkungan yang sehat, maka hati dan emosi (juga pernafasan) tidak sehat. Makanya, punten-punten menjadi keseharian. Aneh juga tatar sunda ini, kok memilih dan suka hidup dalam keribetan begitu.... dan aku juga menikmati segala kejengkelan itu bertahun-tahun pula.....

No comments: