Tuesday, August 22, 2006

Skenario Penanganan Semburan Lumpur

Tak terbilang lagi susah dan repotnya warga Sidoarjo - Jawa Timur yang terkena "musibah industri" berupa semburan lumpur panas yang meluap ke permukaan bumi akibat kesalahan dalam pengeboran. Pengeboran sudah mencapai 9.277 kaki, casing (pelindung) baru sampai kedalaman 3.580 kaki. Terjadi dalam istilah pengeboran kick. Kemudian karena mata bor tidak bisa digerakkan, akhirnya diledakkan. Ledakan ini memicu keluarnya semburan lumpur liar (blow out), dst (Kompas, Senin 24 Juli 2006). Dan kecerobohan ini harus dibayar mahal oleh penduduk yang tinggal di sekitar area pengeboran. Lumpur telah menggenangi sekitar 150 hektar sawah dan pemukiman, sekolah, dan luas genangan lumpur panas (50 derajat C) masih akan terus bertambah. Tanggul dibangun dengan ketinggian sudah mencapai 6 meter. Ini adalah batas kekuatan tanggul. Rembesan dan tanggul mulai bobol di beberapa titik mengindikasikan batas kemampuan tanggul sudah mulai dilewati. Semburan lumpur terus bertambah. Cukup deras, dengan volume semburan kurang lebih 30-50 ribu per hari atau sekitar 1 kubik per detiknya. Semburan menyemprot dari kedalaman sekitar 3500 kaki menjadikan tanah di situ sepertinya dibalik. Lapisan pliosen bawah naik ke atas dan adalah logis, jika yang di atas juga akan ambles ke bawah. Namun, ketika tanggul mulai jebol penduduk berlarian menyelamatkan diri. Membawa apa saja yang bisa diselamatkan...
Cerita duka tak terbilang kata lagi. Yang ingin saya garis bawahi di sini adalah, musibah ketika tanggul bobol dan penduduk berada di sekitar tanggul, baik karena tidak mau pindah dan tidak peduli bahaya maupun tidak perduli lainnya menurut saya adalah kejahatan intelektual. Kejahatan dan penganiayaan dari orang-orang yang mengerti masalah teknis bendungan, skala bencana, dan resiko lainnya. Dalam skala masalah seperti itu, orang lapangan dan pemerintah menomorduakan penduduk sehingga kejadian berlarian menghindari bobolnya tanggul lebih merupakan buruknya penanganan bencana.
Pemerintah menegaskan bahwa ini tanggung jawab Lapindo Brantas, perusahaan yang ceroboh itu, yang sebagian punya Aburizal Bakrie. Pada skala bencana seperti ini, rasanya pertanyaan apakah penduduk yang tinggal di Porong, yang terkena bencana ini, Rakyat Lapindo Brantas, ataukah Rakyat Indonesia sih?.
Jika resiko sudah di depan mata, lalu tidak ada persiapan penduduk untuk menangani bencana (tanggul bobol) maka: Apakah ini bencana real, atau ketidakpedulian Pemerintah terhadap rakyat di Porong sehingga kita melihat berlarian akibat tanggul darurat bobol itu sebagai... Nah... tahu rasa lu .... Sungguh saya menilai Pemerintah kita, terutama Pemerintah Kab. Sidoarjo sangat tidak santun menangani musibah. Kita memang tidak belajar banyak dari cobaan ini....

No comments: