Wednesday, August 02, 2006

Pendidikan Gratis Untuk Anak Indonesia

Sekolah gratis, pendidikan gratis (yang juga didengungkan oleh PKS - Partai Keadilan Sejahtera) adalah kondisi harapan terindah dan sekaligus terburuk di negeri yang masih menomorduakan pendidikan. Masyarakat kita terbuai dengan keindahan dan harapan kosong bahwa pendidikan dasar dan menengah SEHARUSNYA GRATIS. Dengan dianggarkannya (harapan) bahwa anggaran pendidikan 20% dari APBN (bila dapat dipenuhi), banyak yang bisa dikurangi beban biaya untuk mencerdaskan bangsa ini. Persoalannya, kita ini bangsa yang miskin. Hidup masih di seputar untuk makan dan mempertahankan hidup. Jadi untuk apa sekolah, untuk apa belajar, makan saja sudah susah. Paling tidak, ini adalah jeritan tidak kurang dari warga miskin di negeri ini. Jumlahnya, mungkin sekitar 30% penduduk masuk katagori miskin. Artinya sekitar 70 juta manusia. Kalau 30%nya anak usia sekolah, maka jumlahnya sekitar 21 juta. Kalau sekitar 30% dari jumlah itu bersekolah formal, maka ada sekitar 7 juta yang harus mendapatkan pendidikan gratis. Yang 14 juta lagi, akan mengikuti garis kehidupan dalam absolut kemiskinan, buta huruf, dan beban negara, beban bangsa, mereka sebagian akan menjadi calon-calon TKI yang kepulangannya setelah bekerja akan diperas oleh mafia Terminal Tiga Cengkareng yang juga direstui oleh Pemerintah atau menjadi preman jalanan.
Menurut saya, seharusnya pemerintah melakukan redistribusi pendapatan untuk mengangkat golongan ini lebih serius, dari pada main pukul rata bantuan untuk semua pelajar. Baik yang bermobil, yang bayar listrik bulanannya sampai ratusan ribu rupiah mendapatkan kegratisan.
Di sisi lain, karena Pemerintah melakukan main pukul rata, maka kesadaran masyarakat akan pendidikan menjadi tidak penting lagi. Partisipasi masyarakat dibodohkan untuk tidak berpartisipasi dalam pencerdasan bangsa dengan menarik beban kepada kemampuan anggaran pemerintah yang terbatas. Seolah ini bisa mendukung semua kegratisan pendidikan. Ini juga yang diumbar oleh parpol untuk mendapatkan simpati politik (?). Dengan keterbatasan, biaya pendidikan yang rendah dan membuat masyarakat semakin enggan mengeluarkan dana untuk meningkatkan mutu anak bangsa maka keterpurukan bangsa di masa depan, memang sedang dalam rancangan pemerintah kini.

Saya sangat tidak sependapat bahwa kegratisan adalah penting, lebih penting lagi menyadari bahwa pendidikan butuh partisipasi masyarakat, butuh lebih banyak akses kepada ilmu, butuh lebih berpekerti, butuh lebih banyak latihan, butuh lebih banyak kunjungan keilmuwan, dan lain-lain. Jelas semua itu tidak mungkin diraih dengan segala keminiman fasilitas. Pemerintah, sebagai pemimpin bangsa ini, untuk bidang pendidikan, menurut saya, hanya mau memikirkan, tapi sepi dari tindakan dan konsep yang nyata. Proyek-proyek dengan diskon tinggi dan cenderung bagi-bagi (padahal sebagian itu dari dana pinjaman yang akan dibayar oleh anak bangsa di masa depan itu) cenderung lebih tampak sebagai "kejahatan kerah putih". Benar-benar menyedihkan.
Agustus 2006.

No comments: